Aquasprite Theme Demo

Membuat Robot itu Mudah

Posted by ~galant-zone~ on Senin, 29 Maret 2010 , under | komentar (0)



baru-baru sekarang saya mencoba aplikasi ini. dan saya rasa, ini cukup bermanfaat buat kalian semua yang ingin mencoba dunia pemrograman robot. ini sebenarnya adalah sebuah game atau sebuah simulasi bagaimana kita memprogram sebuah robot. tetapi, disini kita hanya menuliskan programnya saja. karena robotnya telah di sediakan oleh aplikasi ini. ini dia screenshot dari aplikasi robomind.



untuk mendownloadnya bisa klik

Download RoboMind

Sejarah Bandung Purba dan danau bandung

Posted by ~galant-zone~ on , under | komentar (0)



Sejarah Bandung Purba dan danau bandung


Sejarah Bandung Purba dan Danau Bandungberdasarkam penelitian ditenggarai ditemukannya bukti-bukti alam terbentuknya daratan Bandungpurba yang sangat berharga. Di antaranya kars(batu kapur) di Citatah, Padalarang, Kab. Bandung, sebagai bukti daerah itu pada zaman miosen awal (23 – 17 juta tahun lalu) pantai utara (pantura) ada di sana. Kini kawasan itu dikenal antara lain dengan Karangpanganten, Karanghawu, Pasir (Bukit Pabeasan), dll. “Bukti alam purba di Bandung bagian barat itu cukup lengkap, termasuk peninggalanDanau Bandung purba,” ujar T. Bachtiar, anggota Masyarakat Geografi Indonesia (MGI). T. Bachtiar mengeluarkan buku Bandung Purba (Lindungi Pusaka Bumi Bandung), di Sekretariat Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB), Jln. Pajajaran 128, Kota Bandung.
Bandung kota dan sekitarnya, pada masa lampau merupakan danau yang dikenal dengan Danau Bandung. Keadaan yang sekarang terlihat merupakan pedataran yang biasa disebut dengan istilah “Cekungan Bandung” (Bandung Basin). Daerah sekitar cekungan tersebut, diperkirakan dahulu merupakan tepian danau sehingga banyak diperoleh sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau (Koesoemadinata, 2001).
Van Bemmelen, 1935, meneliti sejarah geologi Bandung. Pengamatan dilakukan terhadap singkapan batuan dan bentuk morfologi dari gunung api-gunung api di sekitar Bandung. Penelitian yang dilakukan berhasil mengetahui bahwa danau Bandung terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum purba. Pembendungan ini disebabkan oleh pengaliran debu gunung api masal dari letusan dasyat Gunung Tangkuban Parahu yang didahului oleh runtuhnya Gunung Sunda Purba di sebelah baratlaut Bandung dan pembentukan kaldera di mana di dalamnya Gunung Tangkuban Parahu tumbuh. Van Bemmelen secara rinci menjelaskan, sejarah geologi Bandung dimulai pada zaman Miosen (sekitar 20 juta tahun yang lalu). Saat itu daerah Bandung utara merupakan laut, terbukti dengan banyaknya fosil koral yang membentuk terumbu karang sepanjang punggungan bukit Rajamandala. Kondisi sekarang, terumbu tersebut menjadi batukapur dan ditambang sebagai marmer yang berpolakan fauna purba.



Bukit pegunungan api diyakini masih berada di daerah sekitar Pegunungan Selatan Jawa. Sekitar 14 juta sampai 2 juta tahun yang lalu, laut diangkat secara tektonik dan menjadi daerah pegunungan yang kemudian 4 juta tahun yang lalu dilanda dengan aktivitas gunung api yang menghasilkan bukit-bukit yang menjurus utara selatan antara Bandung dan Cimahi, antara lain Pasir Selacau. Pada 2 juta tahun yang lalu aktivitas volkanik ini bergeser ke utara dan membentuk gunung api purba yang dinamai Gunung Sunda, yang diperkirakan mencapai ketinggian sekitar 3000 m di atas permukaaan air laut. Sisa gunung purba raksasa ini sekarang adalah punggung bukit.


Sekitar Situ Lembang (salah satu kerucut sampingan sekarang disebut Gunung Sunda) dan Gunung Burangrang diyakini sebagai salah satu kerucut sampingan dari Gunung Sunda Purba ini. Sisa lain dari lereng Gunung Sunda Purba ini terdapat di sebelah utara Bandung, khususnya sebelah timur Sungai Cikapundung sampai Gunung Malangyang, yang olehvan Bemmelen (1935, 1949) disebut sebagai Blok Pulasari. Pada lereng ini terutama ditemukan situs-situs artefak ini, yang diteliti lebih lanjut oleh Rothpletz pada zaman Jepang dan pendudukan Belanda di Masa Perang Kemerdekaaan. Sisa lain dari Gunung Sunda Purba ini adalah Bukit Putri di sebelah timur laut Lembang (Koesoemadinata, 2001).
Gunung Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentuk suatu kaldera (kawah besar yang berukuran 5-10 km) yang ditengahnya lahir Gunung Tangkuban Parahu, yang disebutnya dari Erupsi A dari Tangkuban Parahu, bersamaan pula dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung Malangyang, dan memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian ini diperkirakan van Bemmelen (1949) terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu.

Suatu erupsi cataclysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun yang laluberupa suatu banjir abu panas yang melanda bagian utara Bandung (lereng Gunung Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung samapai sekitar Padalarang di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar dataran tinggi Bandung. Banjir abu volkanik ini menyebabkan terbendungnya Sungai Citarum Purba, dan terbentuklah Danau Bandung.


Tahun 90-an, Dam dan Suparan (1992) dari Direktorat Tata Lingkungan Departemen Pertambangan mengungkapkan sejarah geologi dataran tinggi Bandung. Penelitian ini menggunakan teknologi canggih seperti metoda penanggalan pentarikhan radiometri dengan isotop C-14 dan metode U/Th disequilibirum. Dam melakukan pengamatan terhadap perlapisan endapan sedimen Danau Bandung dari 2 lubang bor masing-masing sedalam 60 m di Bojongsoang dan sedalam 104 m di Sukamanah; melakukan pentarikhan dengan metoda isotop C-14 dan 1 metoda U/Th disequilibirum; dan pengamatan singkap dan bentuk morfologi di sekitar Bandung. Berbeda dengan Sunardi (1997) yang mendasarkan penelitiannnya atas pengamatan paleomagnetisme dan pentarikhan radiometri dengan metode K-Ar.
Simpulan penting adalah bahwa pentarikhan kejadian-kejadian ini jauh lebih tua daripada diperkirakan oleh van Bemmelen (1949), kecuali periode pembentukan Gunung Sunda Purba serta kejadian-kejadian sebelumnya. Keberadaan danau purba Bandung dapat dipastikan, bahkan turun naiknya muka air danau, pergantian iklim serta jenis floranya dapat direkam lebih baik (van der Krass dan Dam, 1994).

Hasil yang diperoleh, pembentukan danau Bandung bukan disebabkan oleh suatu peristiwa ledakan Gunung Sunda atau Tangkuban Parahu, tetapi mungkin karena penurunan tektonik dan peristiwa denudasi dan terjadi pada 125 KA (kilo-annum/ribu tahun) yang lalu (Dam et al, 1996).
Keberadaan Gunung Sunda Purba dipastikan antara 2 juta sampai 100 juta tahun yang lalu berdasarkan pentarikhan batuan beku aliran lava, antara lain di Batunyusun timur laut Dago Pakar di Pulasari Schol (1200 juta tahun), Batugantung Lembang 506 kA (ribu tahun) dan di Maribaya (182 dan 222 kA). Memang suatu erupsi besar kataklismik (cataclysmic) terjadi pada 105 ribu tahun yang lalu, berupa erupsi Plinian yang menghasilkan aliran besar dari debu panas yang melanda bagian baratlaut Bandung dan membentuk penghalang topografi yang baru di Padalarang, yang mempertajam pembentukan danau Bandung. Erupsi besar ini diikuti dengan pembentukan kaldera atau runtuhnya Gunung Sunda yang diikuti lahirnya Gunung Tangkuban Parahu beberapa ratus atau ribu kemudian, yang menghasilkan aliran lava di Curug Panganten 62 ribu tahun yang lalu, sedangkan sedimentasi di danau Bandung berjalan terus.
Suatu ledakan gunung api cataclysmic kedua terjadi antara 55 dan 50 ribu tahun yang lalu, juga berupa erupsi Plinian dan melanda Bandung barat laut, sedangkan aliran-aliran lava di Curug Dago dan Kasomalang (Subang), terjadi masing-masing 41 dan 39 ribu tahun yang lalu. Sementara itu, sedimentasi di Danau Bandung berjalan terus, antara lain pembentukan suatu kipas delta purba yang kini ditempati oleh Kota Bandung pada permukaan danau tertinggi. Akhir dari Danau Bandung pun dapat ditentukan pentarikhannya yaitu 16 ribu tahun yang lalu.

SEJARAH ALAM TAMAN HUTAN RAYA IR. JUANDA

Posted by ~galant-zone~ on , under | komentar (0)



JUANDA

Senin, 29 Maret 2010 , Posted by Catatan seorang galant at 03:29


Bentang alam spesifik kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda merupakan sebagian Daerah Cekungan Bandung yang sangat khas keberadaan rupa buminya dibanding daerah lainnya dan terjadinya Daerah Cekungan Bandung ini disebabkan dari gejolak alam dengan periode tertentu dalam era pembentukan alam semesta ini, diantaranya:
Pada permulaan PERIODE PLESTOSEN (satu juta tahun yang lalu). Didaerah Priangan sekarang terdapat gunung yang sangat besar dengan dasar piramidanya ± 20 Km2 dan ketinggiannya variable antara 3.000 m dpi sampai dengan 5.000 m dpi dinamakan Gunung Sunda.
Pada jaman PERIODE HELOSEN (sebelas ribu tahun yang lalu). Gunung Sunda tersebut diatas mengalami erupsi/meletus yang pertama kalinya dan terbentuklah dibekas letusannya kaldera berupa telaga besar Situ Hiang atau Danau Bandung serta muncul anak gunungnya yang diberi nama oleh orang-orang daerah tersebut dengan nama Gunung Tangkuban Perahu.
Pada kurun waktu PERIODE PURBA (4000 - 3000 tahun lalu); Situ Hiang atau Danau Bandung tersebut diatas airnya menyusut lewat aliran Sungai Cikapundung dan Citarum dengan pintu alirannya terdapat di Sanghiang Tikoro, maka caldera Situ Hiang tersebut menjadi susut kering terbentuklah Dataran Tinggi Bandung yang membentang dari Cicalengka (disebelah Timur) sampai dengan Padalarang (disebelah Barat) sejauh ± 50Km dan batas sebelah utaranya Bukit Dago sampai dengan Soreang (sebelah Selatan) sejauh ± 30Km. (Prof. Dr. Th. H. F Klom; The Geology of Bandung, 1956)
Salah satu sisa ekosistem hutan di Cekungan Bandung yang sekarang masih dapat kita nikmaati sebagai hutan kota adalah Kawasan Hutan Taman Hutan Raya Pr. H. Djuanda dimana dahulu merupakan tempat perikehidupan manusia Zaman Batu sebagai halaman rumahnya I pekarangan sekaligus merupakan tempat berkumpul dan membuat persenjataannya/ pakarang.
SEJARAH AIR TERJUN MARIBAYA
Maribaya berasal dari nama seorang perempuan sangat cantik yang menjadi sumber kehebohan bagi kaum laki-laki. Saking terpesona oleh kecantikannya, pemuda-pemuda di kampungya sering cekcok sehingga sewaktu-waktu bisa terjadi pertumpahan darah. Itulah gambaran keindahan Maribaya tempo dulu. Karena keindahan dan kenyamanan wilayah itu, lokasi pemandian air hangat itu diabadikan dengan nama Maribaya. Keelokan pemandangan disertai desiran air terjun digambarkan bagai seorang gadis cantik jelita yang membuat setiap pemuda bertekuk lutut. Namun, apakah objek wisata Maribaya saat ini masih seperti dulu yang membuat setiap orang ingin menyambanginya ?
Sejak mulai dikembangkan tahun 1835 oleh Eyang Raksa Dinata, ayah Maribaya, lokasi objek wisata itu berhasil mengubah kehidupan Eyang Raksa Dinata yang sebelumnya hidup miskin menjadi berkecukupan. Banyak orang yang berkunjung ke tempat tersebut. Mereka tidak hanya datang untuk berekreasi menghirup udara segar alam pengunungan dan perbukitan, tetapi banyak juga yang berobat dengan cara berendam di air hangat.
Eyang Raksa Dinata yang sebenarnya hanya ingin menghindari pertumpahan darah di kampungnya, malah mendapat berkah kekayaan setelah mengelola sumber air panas mineral yang dapat dipergunakan untuk pengobatan itu. Keluarga Maribaya memperoleh penghasilan dari para pengunjung yang datang berduyun-duyun.
PATAHAN LEMBANG
Di wilayah dekat obyek Wisata Maribaya fenomena alam yang dikenal dengan (Lembang Fault) Seluruh kawasan Tahura Ir. H. Djuanda memiliki satu jenis batuan, yaitu batuan vulkanik yang berkembang dari jaman kwarter tua. Salah satu fenomena geomorphologi yang paling khas di wilayah ini adalah Patahan Lembang (Lembang Fault). Letak patahan ini berada di Maribaya yang Sekaligus merupakan batas bawah dari Sub DAS Cikapundung Hulu.Fenomena Patahan Lembang ini apabila diamati akan nampak berupa lineament, yaitu struktur geologi yang membentuk garis lurus membujur arah Barat Laut-Tenggara. Secara fisik di lapangan patahan ini berupa punggung bukit atau ngarai terjal (escarpment) yang membujur Iurus, struktur geologi ini, mengontrol aliran sungai, sehingga aliran sungai Sub DAS Cikapundung HuIu berbelok dan mengalir mengikuti arah patahan.
Patahan Lembang adalah patahan yang membentang kearah barat – Timur lalu berbelok tenggara mulai dari daerah Parongpong lalu menghilang di sekitar daerah Sumedang , Secara genetic sesar ini dikenal dengan sesar nomal, dimana blok disebelah utara yang bertindak sebagai hanging wallnya, relatif lebih turun dibandingkan dengan blok yang berada disebelah selatan, yang merupakan foot wallnya. Keterbentukan sesar ini menurut Van Bemmelen 1949 akibat dari amblasan yang merupakan efek dari kosongnya ruang magma pada saat letusan besar Gunung sunda, dan berarti umur dari sesar ini lebih muda dari umur endapan sunda yang dihasilkan.
Namun setelah melihat data data yang berhasil dikumpulkan oleh Arya Juarsa meliputi peta topografi , Citra satelit, Analisis besar butir dan peta penyebaran endapan piroklastik gunung sunda, Kami berpendapat bahwa sesar lembang ini bukan sesar normal saja melainkan sesar oblique, dengan elemen pergerakan mendatar dekstral ( menganan ) analisis ini dasarkan pada pembelokan sungai Cimahi secara pada daerah Paneunteung ( Peta Topografi Bakosurtanal Lembar Cimahi n0 1309 – 313 ), dari analisis peta topografi dan citra satelit juga terlihat bahwa terjadi pergeseran secara menganan pada lembah curam di daerah desa Cihanjuang Rayu.
Dari hasil analisa statistic terhadap standar deviasi dari nilai tengah ukuran butir endapan gunung sunda (arya juarsa, 2007) , kami mencoba menggunakan suatu metoda geostatistik yaitu metode Krieging untuk menganalisa sebaran endapan endapan piroklastik, (walker dalam fischer dan schminke 1978) membuat batasan bahwa nilai standar deviasi dibawah 2 merupakan endapan piroklastik jatuhan dan nilai standar deviasi diatas 2 merupakan endapan aliran, dengan dua cara diatas kami mengkonturing daerah penelitan berdasarkan sebaran nilai standar deviasi perstasiun pengamatan. Lalu kami bandingkan dengan pola kelurusan sebagai bahan acuan sesar

Hasil yang dapatkan tenyata sebaran dari endapan piroklastik gunung sunda ini ternyata di pengaruhi oleh kelurusan kelurusan yang di interpretasi sebagai sesar lembang dan sesar cimandiri , di sebelah timur dari penyebaran endapan kami menemukan bahwa endapan piroklaslik aliran yang semula bergerak kearah barat daya ( posisi normal waktu endapan terbentuk ) berubah menjadi terseret kearah timur dan sebaliknya endapan jatuhannya juga terseret kearah barat pada zona batas kelurusan sesar lembang, dan kontur penyebaran standar deviasi juga menunjukan pola yang sama yaitu Dekstral, selain itu juga akibat dari pensesaran yang dilakukan oleh sesar cimandiri terlihat bahwa terjadi perubahan pola kontur penyebaran dengan arah dekstral juga.( arya juarsa, 2007 )
Data arah pergerakan sesar sesar tadi kamu coba bandingkan dengan model menganan harding maka kami berpendapat bahwa sesar lembang ini merupakan sesar sintetik dari sesar utama yaitu sesar cimandri, berbeda dengan pak Iyan dalam papernya “tektonik baribis – Cimandiri” yang menyebut sesar lembang merupakan sesar antitetik dari sesar cimandiri .
Dan umur dari sesar lembang tentu lebih muda dari endapan yang dipotongnya, dari peta penyebaran sesar ini mengoyak endapan sunda purba yang berumur 38300 ( hadisantono 1988) dan data diatas sangat cocok dengan umur yang diajukan oleh van bemmelen ,1949 ) secara neotectonik pergerakan sesar ini bergeser sekitar 0,013 cm/ tahun ( Perhitungan pergeseran sungai cimahi dan umur endapan yang bergeser) dan menurut (Matsuda, 1977) merupaka sesar aktif tipe B dengan kekuatan gempa kurang lebih 4 SR.